About Me

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
banyak omong banyak kerja banyak baca banyak pengen tahu pokoknya banyak deh

Minggu, 01 Agustus 2010

PLATO (427-347 SM)

Plato
Tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan Plato dilahirkan dan berasal dari kalangan keluarga seperti apa, hanya banyak yang meyakini bahwa Plato dilahirkan dari kalangan Aristokrat Athena sekitar tahun 427 SM. Plato adalah salah satu murid Socrates yang paling dekat dengan sang guru. Ketika gurunya dihukum mati oleh pengadilan negara pada 399 SM, pelaksanaan hukum mati tersebut membuat Plato benci kepada pemerintahan demokratis. Kematian gurunya membuat Plato enggan bergelut di dunia politik, padahal sebagai keturunan aristokrat bukanlah hal yang sulit untuk bergelut di dunia politik. Plato lebih memilih jalan hidup layaknya sang guru, yakni menjadi Filosof.


Bagi Plato, Socrates adalah "orang terbijaksana, terjujur, terbaik dari semua manusia yang saya pernah kenal”.[1] Maka tak heran jika pemikiran Plato banyak yang terpengaruh oleh Socrates, dan salah satunya adalah mengenai Ide. Pandangan Plato mengenai Ide sangat berbeda dengan pemahaman ide pada saat ini, yakni  ;
Menurut Plato ide tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Ide tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada ide. Ide adalah citra pokok dan perdana dari realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah. Ide sudah ada dan berdiri sendiri di luar pemikiran kita. Ide-ide ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Misalnya, ide tentang dua buah lukisan tidak dapat terlepas dari ide dua, ide dua itu sendiri tidak dapat terpisah dengan ide genap. Namun, pada akhirnya terdapat puncak yang paling tinggi di antara hubungan ide-ide tersebut. Puncak inilah yang disebut ide yang “indah”. Ide ini melampaui segala ide yang ada.[2]


Masa muda Plato terjadi ketika Athena mengalami masa kemunduran, hal ini dikarenakan adanya perang besar saat itu yang melibatkan Athena dengan Sparta yakni perang Peloponnesos (431-403 SM). Mundurnya Athena dan meninggalnya Socrates, akhirnya membut Plato memutuskan untuk berkelana meninggalkan Athena. Dia berkelana dari Sicilia dan Italia, bahkan kabarnya dia berkelana hingga Afirka, Mesir dan beberapa negara di Timur Tengah.[3] Kabarnya Plato berkelana selama 10-12 tahun, dan setelah itu kembali lagi ke Athena.


Sekitar tahun 387 SM dia kembali ke Athena, mendirikan perguruan di sana, sebuah akademi yang berjalan lebih dari 900 tahun.[4] Akademi yang dia beri nama Academica itu tidak sekedar untuk pengembangan ilmu pengetahuan, lebih dari itu diharapkan menjadi pabrik pembentukan dan penempa orang-orang yang dapat membawa perubahan bagi Yunani. Lembaga pendidikan ini diharapkan dapat membentuk manusia yang berpengetahuan yang didapatkan dengan cara apapun dan dilakukan atas nama negara dalam rangka mencapai kebajikan.[5] Di lembaga pendidikan ini pula yang mempertemukan Plato dengan muridnya yang kelak menjadi Filosof layaknya dia, yakni Aristoteles. Pada waktu itu usia Aristoteles adalah 17 tahun dan Plato 60 tahun. Namun sayang perjumpaanyaan dengan sang murid tidak berlangsung lama, karena 10 tahun kemudian Plato wafat, dan beberapa sumber mengatakan bahwa Plato meninggal dalam keadaan menulis (menulis merupakan kegemaran Plato). Plato menulis tak kurang dari tiga puluh enam buku, kebanyakan menyangkut masalah politik dan etika selain metafisika dan teologi, karya-karya plato yang paling tersohor adalah Republica (Republik), Dialogue (Dialog), Statesman (Negarawan), dan Apologia (Pembelaan).


Plato juga berbicara mengenai keadilan, dalam karyanya Politea (republik) yang arti sebenarnya adalah konstitusi dalam pengertian suatu jalan/cara bagi individu-individu dalam berhubungan sesamanya dalam pergaulan hidup masyarakat. Dalam Politea juga bercerita “tentang keadilan”, keadilan merupakan tema pokok dalam buku tersebut. Keadilan berarti seseorang membatasi dirinya pada kerja dan tempat dalam hidup yang sesuai dengan panggilan kecakapan dan kesanggupannya.[6]


Selain berbicara mengenai keadilan, Plato juga berbicara mengenai negara ideal. Menurutnya, negara ideal menganut prinsip kebajikan (virtue).[7] Pandangan Plato mengenai sebuah negara tidak jauh berbeda dengan Socrates, negara yang baik adalah negara yang berpengetahuan dimana negara tersebut dipimpin oleh orang yang bijak (the philosopher king). Dimana ciri dari negara yang bijak itu adalah dipimpin oleh rezim aristokrat. Yang dimaksud aristokrat di sini bukannya aristokrat yang diukur dari takaran kualitas, yaitu pemerintah yang digerakkan oleh putera terbaik dan terbijak dalam negeri itu. Orang-orang ini mesti dipilih bukan lewat pungutan suara penduduk melainkan lewat proses keputusan bersama. Orang-orang yang sudah jadi anggota penguasa atau disebut "guardian" harus menambah orang-orang yang sederajat semata-mata atas dasar pertimbangan kualitas.[8]


Untuk mewujudkan negara ideal, hanya mungkin diwujudkan berdasar budi pekerti penduduknya, dan untuk mewujudkan hal tersebut maka perlu diadakan pendidikan yang diatur sedemikian rupa oleh negara. Menurut Plato, anak usia 10 tahun ke atasa menjadi urusan negara. Dasar utama pendidikan anak-anak adalah Gymnastic (senam) dan musik, selain diberikan pelajaran membaca, menulis dan berhitung. Senam dianggap dapat menyehatkan badan dan pikiran, maka tak heran tidak lama kemudian muncul pepatah latin yakni mensana incorpore sanno. Untuk umur 14-16 tahun anak diajarkan bermain musik, puisi serta mengarang untuk menanamkan jiwa yang halus, budi yang halus dengan menjauhkan lagu-lagu yang melemahkan jiwa serta mudah menimbulkan nafsu buruk. Usia 16-18 tahun diberikan pelajaran matematika untuk membimbing jalan pikiran, selain diajarkan dasar-dasar agama serta adab kesopanan, karena negara atau bangsa tidak akan kuat jika tidak percaya terhadap Tuhan. Pada umur 20 tahun diadakan seleksi yang lebih tinggi untuk mengikuti pendidikan mengenai adanya idea (ide) dan dialektika dan mereka mendapat kesempatan untuk memangku jabatan yang lebih tinggi.[9]


Bagi Plato, kepentingan masyarakat harus lebih diutamkan daripada kepentingan individu. Dengan demikian akan timbul rasa kolektivisme atau rasa kebersamaan dariapada sifat individualisme. Plato merupakan filosof pertama, dan dalam jangka waktu lama nyatanya memang cuma dia, yang mengusulkan persamaan kesempatan tanpa memandang kelamin. Mengenai kehidupan sosial, Plato mengemukakan semcam komunisme yang melarang adanya hak milik dan kehidupan berfamili. Menurutnya, adanya hak milik akan mengurangi dedikasi dan loyalitas seseorang pada kewajibannya sebagai anggota masyarakat. Namun, “komunisme” ala Plato ini hanya terbatas pada kelas penguasa dan pembantu penguasa saja, sedangkan kelas pekerja diperbolehkan memilik hak milik primadi dan berfamili, karena merekalah yang menghidupi kelas lainya dan tugas mereka adalah untuk menyelenggarakan produksi perekoniomian.[10]


Plato mendasarkan pada prinsip larangan atas kepemilikan pribadi, baik dalam bentuk harta, keluarga maupun anak. Argumentasinya adalah menghindarkan negara dari berbagai pengaruh erosive negara kota dan destruktif yang pada akhirnya menciptakan disintegrasi negara kota. Kecemburuan, kesenjangan sosial, dan tiap orang yang berusaha menumpuk kekayaan serta milik pribadi tanpa batas (dalam bahasanya marx adalaha capital acumulation), hal ini dapat menimbulkan kompetisi bebas serta institusionalisasi. Jadi hak milik bersama, kolektivisme atau komunisme menjadi sebuah gagasan.  Sebagai contoh adalah hak kepemilikan atas anak, seorang ibu tidak bisa memiliki anak kandungnya karena anak tersebut dipelihara oleh negara dan sang anak tidak boleh tahu siapa ayah dan ibunya.
Pemikiran Plato sesungguhnya berdasar pada corak masyarakat saat itu, bukan memaksakan sebuah sistem kepada masyarakat Athena. Pada saat itu, kesenjangan antara si kaya dan si miskin sangat mencolok, pertentangan politik pun kian hebat. Sistem pemerintahan tidak pernah berjalan secara tetap, karena selalu terjadi perubahan dari aristokrasi, oligarki hingga demokrasi.


Mengenai masyarakat, Plato membagikan masyarakat menjadi 3 golongan, dan penggolongan ini tidak jauh berbeda dengan apa yang pernah diutarakan oleh gurunya.  


a. Golongan pemertintah atau filsuf
Merupakan orang terpilih yang paling cakap dari kelas penjaga. Bertugas membuat undang-undang dan mengawasi pelaksanaanya, juga memperdalam ilmu pengetahuan dengan segala kebijaksanaannya. 


b. Golongan pengusaha
Mereka lebih bergerak dalam bidang perekonomian dan berproduksi namun tidak memerintah. 

c. Golongan cerdik pandai
Mereka diberi makan dan dilindungi, serta mereka juga memerintah. Tentunya masih banyak sekali ide atau pemikiran Plato yang lainnya. Pemikiran Plato bisa dikatakan menjadi dasar pemikiran filsafat barat. Bahkan tidak sedikit pula ilmuwan muslim pada abad pertengahan seperti Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, bahkan hingga karya Imam Ghazali. Dan semua berlanjut hingga masa renaisans di Eropa, dan bisa juga perkembangan ilmu pengetahuan hingga saat ini.


Daftar Bacaan
Mohammad Hatta, Alam Fikiran Yunani, 1980, Jakarta, Tintamas-UI Press
Deliar Noer, Pemikiran Politik di Negara Barat, 1999,  Bandung, Mizan Pustaka
Dr. Firadus Syam, Pemikiran Politik Barat, 2007, Jakarta, Bumi Aksara
Situs Web
Sumber Gambar



[3] Dr. Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat, 2007, Jakarta, Bumi Aksara, hlm. 24
[5] Ibid, hlm. 25.
[6] Ibid
[7] Ibid
[9] Dr. Firdaus Syam, op.cit, hlm. 25.
[10] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar