Friedrich Wilhelm Nietzsche
Friedrich Wilhelm Nietzsche lahir pada tanggal 15 Oktober 1844 di Röcken. Beliau dinamakan Friedrich Wilhelm karena hari kelahirannya sama dengan hari kelahiran Friedrich Wilhelm seorang raja Prusia yang sangat dihormati pada masanya, merupakan kebanggaan bagi Nietzsche kecil hari kelahirannya selalu dirayakan banyak orang.
Ia dilahirkan di tengah-tengah keluarga yang soleh. Kakeknya, Friedrich August Ludwig (1756-1862) adalah pejabat tinggi dalam gereja Lutheran yang dapat disejajarkan dengan seorang uskup dalam gereja Katholik. Ayahnya, Karl Ludwig Nietzsche (1813-1849), adalah seorang pendeta di desa Röcken dekat Lützen, sedangkan ibunya, Franziska Oehler (1826-1897) juga seorang Lutheran dan berasal dari keluarga pendeta. Sehingga tidak mengherankan apabila keluarga Nietzsche sangat terkenal dengan ketaatannya.
Gagasannya tentang Übermensch
Pada tahun 1865 Nietzsche memutuskan untuk tidak belajar Teologi, keputusan ini sangat erat hubungannya dengan keraguannya akan keimanannya dan tentunya mendapat tantangan dari ibunya, namun Ia pernah menulis surat bahwa “Jika engkau haus akan kedamaian jiwa dan kebahagiaan, maka percayalah, jika engkau ingin menjadi murid kebenaran, maka carilah…” dan pemikiran ini yang mendasari Nietzsche untuk menjadi freethinker.
Gagasan utama dari Nietzsche adalah kehendak untuk berkuasa (Will to Power), dimana salah satu cara menunjukkan kehendak untuk berkuasa ini diungkapkan melalui gagasannya tentang Übermensch (Overman taua Superman). Übermensch merupakan suatu tujuan hidup manusia di dunia ini agar mereka kerasan. Gagasan tentang Übermensch ini banyak diungkapkan dalam bukunya yang berjudul Also Sprach Zarathustra, seperti :
Lihatlah, aku mengajarkan Übermensch kepadamu. Übermensch adalah makna dunia ini. Biarkanlah kehendakmu berseru.Hendaknya Übermensch menjadi makna dunia ini. (Also Sprach Zarathustra)
Übermensch dari Sudut Pandang Eksistensialisme
Eksistensi adalah cara manusia berada di dalam dunia dan keberadaannya bersama dengan ada-ada yang lainnya, dan ada-ada yang lainnya itu menjadi berarti karena adanya manusia. Oleh karena itu dapat dikatakan pula bahwa eksistensi adalah manusia sadar akan dirinya, manusia berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya.
Ada beberapa ciri umum Filsafat Eksistensialisme yang merupakan perumusan dari beberapa filusuf eksistensialis, yaitu :
· Motif pokok adalah apa yang disebut eksistensi, yaitu cara manusia berada. Hanya manusialah yang bereksistensi. Eksistensi adalah cara khas manusia berada. Pusat perhatian ini ada pada manusia. Oleh karena itu bersifat humanistik.
· Bereksistensi harus diartikan secara dinamis. Bereksistensi berarti menciptakan dirinya secara aktif, bereksistensi berarti berbuat, menjadi, merencanakan. Setiap saat manusia menjadi lebih atau kurang dari keadaannya.
· Di dalam filsafat eksistensialisme manusia dipandang sebagai terbuka. Manusia adalah realitas yang belum selesai, yang masih harus dibentuk. Pada hakekatnya manusia terikat kepada dunia sekitarnya, terlebih kepada sesamanya.
· Filsafat eksistensialisme memberi tekanan pada pengalaman yang konkrit, pengalaman yang eksistensial. Hanya arti pengalaman ini berbeda-beda. (Harun Hadiwijono,1998,149)
Übermensch merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh manusia dimana manusia itu dapat mengatasi kumpulan manusia dalam massa dengan menggunakan kekuatannya. Yang menjadi tujuan utama adalah menjelmakan manusia yang lebih kuat, lebih cerdas dan lebih berani, dan yang terpenting adalah bagaimana mengangkat dirinya dari kehanyutan dalam massa. Yang dimaksud kehanyutan dalam massa disini adalah manusia yang ingin mencapai Übermensch haruslah mempunyai jati diri yang khas, yang sesuai dengan dirinya, yang ditentukan oleh dirinya, tidak mengikuti orang lain atau norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat atau massa pada umumnya.
Dalam kesempatan lain Nietzsche mengungkapkan bahwa persamaan hak atau persamaan antar bangasa serta asas demokrasi merupakan suatu gejala bahwa masyarakat telah menjadi busuk. Tidak akan pernah ada persamaan hak karena manusia mempunyai ciri-ciri yang unik yang individual, dan manusia yang unggul ataupun bangsa yang unggul harus menguasai manusia atau bangsa yang lemah, sehigga Nietzsche mendukung peperangan dan mengutuk perdamaian. Perdamaian boleh terjadi tetapi untuk waktu yang tidak lama seperti yang diungkapkannya dalam Also Sprach Zarathustra, yaitu :
“Kau harus cinta perdamaian sebagai alat untuk peperangan-peperangan baru dan masa damai yang singkat lebih baik ketimbang yang panjang. Kepadamu tidak kuanjurkan kerja, melainkan perjuangan, Kepadamu tidak kuanjurkan perdamaian, melainkan kemenangan. Jadikanlah karyamu sebagai perjuangan. Jadikanlah perdamaian sebagai kemenanganmu. Orang bisa tidak bersuara dan duduk diam saja kalau ia memiliki busur dan panah, kalau tidak mereka niscaya membual dan cekcok saja”.
Manusia atau bangsa harus dipimpin oleh bangsa atau manusia yang unggul atau manusia atas, dan tidak akan pernah ada kesamaan hak, karena doktrin kesamaan hak itu merupakan perlindungan bagi golongan yang lemah agar tidak diserang atau dijajah oleh bangsa yang unggul seperti semboyan yang terus diteriakkan adalah laissezfaire pada masyarakat demokratis dimana mereka merindukan kesamaan hak adalah sebenarnya orang-orang pengecut belaka.
Doktrin bangsa yang unggul adalah yang dipakai oleh Adolf Hitler dalam Nazisme. Untuk mempertegasnya maka perlu diungkapkan apa yang telah dikatakan Nietzsche dalam Also Sprach Zarathustra yaitu:
“Sebab bagiku beginilah bunyi keadilan : ’Manusia tidaklah sama.’ Tidak pula mereka akan menjadi sama”.
Nietzsche mengatakan dalam Also Sprach Zarathustra, yaitu Jadilah manusia atas, ibarat samudera luas yang tidak akan luntur karena harus menampung arus sungai yang keruh. Manusia harus terus menerus malampaui dirinya sendiri, terus menerus mencipta. Dan dilanjutkan dalam bagian lain dalam buku yang sama yaitu :
“Sudah tiba waktunya bagi manusia untuk menentukan tujuan baginya sendiri. Sudah tiba saatnya bagi manusia untuk menanam bibit harapannya yang seunggul-unggulnya…”
Dari ujaran Zarathustra diatas dapat diungkapkan bahwa Nietzsche percaya bahwa manusia unggul selalu aktif dan kreatif yang tidak akan pernah terpengaruh dengan lingkungan sekitarnya, manusia selalu mempunyai ciri khas tersendiri mempunyai nilai dan norma sendiri karena manusialah yang menciptakan nilai dan norma tersebut. Manusia unggul baru akan terjadi apabila manusia itu dalam keadaan menderita, karena untuk mejadi kreator diperlukan penderitaan dan banyak perubahan.
Bagaimanapun manusia terus berusaha untuk menjadi unggul manusia juga harus terus menyadari bahwa manusai tidak akan mampu melampaui batas-batas kemampuannya sendiri. Dalam Zarathustra juga diungkapkan suatu ajaran Yunani Kuno yang berbunyi “Kenalilah dirimu”, dimana manusia harus mampu menjadi saksi bagi dirinya sendiri dan atas dasar itu ia akan mampu pula mendudukkan dirinya pada tempat yang sesuai. Dan dalam Zarathsutra Nietzsche mengungkapkan
“Jangan menghendaki sesuatu yang melebihi kemampuanmu, melakukan sesuatu yang melebihi kemampuan sendiri mengandung ciri kepalsuan yang menjijikkan”
Ungkapan Nietzsche yang bisa menjadi renungan kita adalah setiap orang mempunyai tempat sendiri dalam kehidupan ini, yaitu sesuai dengan kemampuannya masing-masing (terlihat ada pengaruh dari Zen Buddhisme tentang konsep Kekosongan atau ke-sunya-an).
Untuk menjadi Übermensch manusia haruslah menyadari siapa dirinya dan karenanya manusia juga harus mengetahuai bahwa manusia sebelumnya adalah “kau” dan ketika manusia telah sadar akan kemampuannya maka ia telah menjadi “aku”.
Jika manusia tidak mempunyai cita-cita atau keinginan untuk menjadi unggul maka Nietzsche sangat jengkel pada mereka yang selalu mengharapkan belas kasihan orang lain karena mereka tidak mempunyai rasa malu dan Nietzsche mengatakan, “menjengkelkan untuk memberi mereka sesuatu tetapi menjengkelkan juga untuk tidak memberi mereka apa-apa.”
Dan seperti telah diugkapkan diatas bahwa manusia yang unggul adalah manusia yang mempunyai keberanian untuk memusnahkan nilai-nilai lama, seperti yang diungkapkan oleh Nietzsche dibawah ini :
“… Siapa pun yang hendak menjadi kreator dalam kebaikan dan keburukan, sesungguhnya, ia lebih dahulu harus menjadi pemusnah dan pendobrak segala nilai.”
Orang yang bijaksana niscaya tidak akan ingkar terhadap kebenaran serta sanggup mengungkapkannya, sebab “Diam adalah lebih buruk, semua kebenaran yang disembunyikan akan menjadi racun.”(Fuad Hassan,1992,67)
Diakhir cerita Also Sprach Zarathustra diungkapkan bahwa Nietzsche tidak menginginkan penganut-penganutnya untuk terus mengikutinya, Ia menginginkan manusia mencari jalannya sendiri, mencari jalan hidupnya sendiri. Bahkan Nietzsche menginginkan untuk terus ditentang dan dilawan oleh para pengikutnya. Hal ini diungkapkan dalam bukunya tersebut :
“ Sekarang aku pergi sendiri, hai penganut-penganutku.
Kalian pun pergilah sekarang, sendiri.
Demikianlah kehendakku.
Jauhilah aku dan lawanlah Zarathustra”
Dan ungkapan ini terus dipertegas dengan ungkapan lain yang juga terdapat dalam bukunya yaitu :
“ Tak sempurnalah seseorang membalas jasa gurunya, bilamana ia terus menerus bertahan sebagai muridnya saja.”
Dari uraian diatas terlihat lagi ada pengaruh dari Zen Buddhisme yang mengungkapkan pelajaran itu baru dikatakan telah merasuk dalam diri apabila telah melakukan kekosongan dan telah mengkosongkan pikirannya. Demikian Nietzsche menerapkan setelah menerima ujaran Zarathustra maka hilangkan ajaran itu dalam pikiranmu dan carilah jalanmu sendiri, dan tempuhlah sehingga kita dapat membentuk jati diri sendiri.
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa ajaran utama Nietzsche adalah Kehendak untuk berkuasa (Will to Power) yang dapat ditempuh dengan mencapai suatu cita-cita manusia unggul atau Übermensch.
Cara mencapai manusia unggul adalah dengan tiga komponen dasar, yaitu harus mempunyai keberanian, kecerdasan dan kebanggaan. Mereka harus berani karena mereka harus berani menghadapi kehidupan ini baik kebahagiaan maupun penderitaan. Nietzsche menegaskan bahwa dengan penderitaan manusia akan mencapai potensi yang maksimal, karena dengan dihadapkan dengan konflik manusia akan dapat dengan baik mengeluarkan segala potensi dan kemampuannya dan ini akan membantu manusia untuk menjadi Übermensch.
Konsep Übermensch inilah yang dapat dilihat sebagai suatu gagasan yang bernilai eksistensial bagi keberadaan manusia yang berada di dunia ini.
Nietzsche mengakhiri hidupnya dengan kesendirian setelah keinginannya untuk menikahi Lou Salome tidak disetujui oleh kakak perempuannya, Elizabeth, karena rencana pernikahan yang melibatkan Paul Ree dimana mereka terlibat cinta segitiga. Akhirnya pada tanggal 25 Agustus 1900 Nietzsche menghembuskan nafas terakhirnya di Weimar Namun sayangnya Nietzsche tidak sempat merasakan kemasyurannya ini terutama disaat-saat akhir hidupnya.
Tulisan ini adalah ringkasan dari tulisan Arif Wibowo yang berjudul "ÜBERMENSCH: Supermannya Nietzsche".
Pustaka
1. Dagun Save. M, Filsafat Eksistensialisme, cet.1, Rineka Cipta, Jakarta, 1990
2. Feibleman, James K., Understanding Philosophy : A Popular History of Ideas, Ed. 2, Billing & Sons Ltd, New York, 1986
3. Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Cet.14, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1998
4. Hassan, Fuad, Berkenalan dengan Eksistensialisme,cet.5, Pustaka Jaya, Jakarta, 1992
5. Sunardi, ST, Nietzsche, Cet. 2, LkiS, Yogyakarta, 1999
Tidak ada komentar:
Posting Komentar